Halo,
selamat datang dalam mimpi burukmu!
Bagaimana
menurutmu mengenai ruangan ini? Bagus, kan? Kuharap kau menyukainya, sebab
tempat ini akan jadi perhentian terakhir hidupmu di dunia ini. Ehem, aku tidak
main-main soal kata-kataku tadi. Benar, perhentian terakhir! Eits, jangan takut
seperti itu. Aku hanya mau menolongmu keluar dari raga fanamu itu. Aku mampu
melakukannya, melepas rohmu dari sukmamu, membuatmu tidak lagi merasa sakit,
sakit yang diderita manusia di bumi nestapa ini.
Hei
hei, kau ingin bicara sesuatu? Pasti terpal yang membebatmu itu yang menyulitkanmu
mengeja setiap kata dari mulut. Hmm, sini, biar aku lepaskan untukmu. Eh,
sebentar ... nah, sudah lepas sekarang.
“Mau
apa kau denganku?”
Eh
eh, kau kejam sekali. Tidak sopan berkata dengan orang lain seperti itu.
Lagipula, kita ini adalah teman. Ya, teman, begitulah yang kau katakan kepada
sahabat-sahabat dungumu. Kau tipu mentah-mentah mereka hanya agar mereka
percaya kau berhati mulia nan penyayang. Aku salut akan kegigihanmu.
“Di-dimana
aku sekarang? Kenapa kau mengikatku? Apa maumu?”
Ssstt,
jangan keras-keras bicaranya. Nanti orang luar akan dengar kalau kau kusekap di
sini. Itu akan merepotkan kerjaku. Jadi, pelan-pelan saja ya! Haduh, jangan
pasang muka benci seperti itu! Memangnya aku ini kejam apa? Sudah baik aku
hanya mengikat kedua tanganmu tanpa menariknya ke atas agar kau tidak
kesakitan. Nah, kurang apa aku coba? Meski aku, yah sedikit marah pada
kelakuanmu, tapi aku masih punya nurani. Aku ini bukan binatang. Jadi berterima
kasihlah padaku karena aku berbuat sedemikian baik.
Wah,
lihat! Sekarang kau terlihat ketakutan setelah aku memperlihatkan dirimu pada
siluet cahaya ini.
“Kau!
Kau kan – “
Ck,
ck! Sudah kubilang untuk mengecilkan volume suaramu. Bagaimana kalau memang ada
orang berlalu melewati ruangan ini? Ini masih siang, menjelang sore, dan aku
takut tempat persembunyian ini akan diketahui pihak fakultas. Eh, aku
menyebutkannya! Kita masih di wilayah kampus, tidak kemana-mana. Berat banget
membopongmu sampai ke sini apalagi kalau ke tempat jauh. Bisa-bisa malah kuseret
dirimu di jalanan.
“Lepaskan,
lepaskan aku!”
Aduh,
sekarang kau meronta. Kau ini memang lucu ya kalau panik. Tolong dengan amat
sangat, berhentilah berlagak kekanak-kanakan seperti itu!
“Lepaskan
aku, gadis busuk!”
Eh
eh, kau berani berkata kasar rupanya. Sini, biar aku beri pelajaran kau karena
tidak mau menuruti perintahku. Nih, rasakan tamparanku. Bagaimana rasanya?
Masih kurang? Kalau begitu, sekali lagi! Masih kurang juga? Hehe, kau itu
memang cewek bernyali besar juga ya. Kukira selama ini kau hanya pembual
bermulut besar.
Wah,
tatapan sadis itu lagi. Bisakah kau menatapku hanya lirikan saja? Aku semakin
benci kalau kau menatapku seperti itu.
“Apa
yang kau inginkan dariku? Memangnya apa salahku padamu?”
Apa
salahku padamu? Hahaha, kau memang pandai melupakan sesuatu. Tidak ingatkah kau
siapa yang membuatku jadi begini? Itu semua karena dirimu.
“Kenapa?
Kau ingin membalas dendam denganku?”
Hmm,
gimana ya? Kalau hanya ada jawaban ‘ya’ dalam pertanyaanmu itu, maka aku akan
melingkarinya berulang-ulang. Jujur saja, aku muak dengan semua sandiwaramu,
berpura-pura baik di hadapanku sementara di belakang kau selalu mencaci maki
bahkan merendahkan martabatku demi kesenanganmu sendiri. Kau sebut aku teman di
kampus, tapi di jejaring sosial kau terus mengolokku seolah aku ini anjing
buduk yang patut disingkirkan. Tidak hanya itu, kau bahkan berani pula
mengatakan aku buruk di depan pacarku. Ironis bukan?
Kulihat
setiap saat sorot matamu saat kita berpapasan di kampus. Sorot mata kejam itu,
sorot matamu, membakar api dengki dalam hatiku. Dan yang paling membuatku tidak
bisa menerima perlakuanmu itu adalah, kau akhir-akhir ini berani melukai
teman-temanku. Mulutmu yang busuk itu, penuh kata-kata hujat nan bejat, terus
kaupakai untuk melukai mereka terutama diriku.
Hah,
hingga kemarin pun aku tidak pernah mengejekmu di belakang. Aku terima semua
perlakuanmu padaku. Kubiarkan kau asyik dengan duniamu sendiri bersama
teman-temanmu yang sekejam iblis itu. Namun, hari ini, kau sudah menorehkan
luka besar dalam jiwaku.
Kau
sekarang berani memperolokku di depan umum hanya agar aku merasa sakit hati.
dan betapa bodohnya aku karena langsung menerimanya mentah-mentah.
Teman-temanmu juga sama bengisnya mempermainkanku. Kau tahu, aku masih terima
perkataan buruk dari mulutmu. Tapi, kau dan aku sama-sama tahu bahwa teman
laki-lakimu nekad mengambil langkah bejat yang telah mengubah hidupku
selamanya. Kau pun ada di sana, tertawa bak setan penggoda yang menang atas
kejahatan dan dosa. Apa kau lupa akan semua itu?
“I-itu
bukan salahku, salahkan temanku yang berbuat demikian!”
Salahkan
temanmu? Memangnya siapa yang membujuk melakukan hal itu jika bukan dari mulut
kotormu? Bah, lihat kan? Sekarang aku bisa leluasa menjambak rambutmu seperti
ini, dan kau hanya meringis kesakitan. Haha, betapa bahagianya aku hari ini!
Lihat,
kau mengucurkan air mata! Haha, lucu sekali.
“Kumohon
lepasakan aku. Maaf karena selama ini aku menyakitimu, aku menyesal.”
Eh,
kau menyesal? Hmm, manis sekali. tapi sudah terlambat. Permohonan maafmu
kutolak.
“A-aku
akan melakukan apa saja demi dirimu asal jangan kau siksa aku seperti ini.
Kumohon, Liza. Bukankah kita berteman?”
Hah,
berteman? Sejak kapan aku punya teman sebusuk dirimu? Kau gadis berhati ular,
pandai menjilat orang lain. Aku harus segera bertindak sesuatu sebelum orang
lain menyadari tempat ini. dan untukmu, aku sudah menyiapkan ritual spesial
agar jiwaku terbebas dari segala penderitaan.
Lihat,
apa yang kubawa ini? Warna peraknya berkilauan diterpa cahaya. Aku suka itu,
cocok untuk menghabisimu . kau suka warna perak?
“Aa-apa
yang a-akan kau lakukan?”
Tenang
tenang, ini bagian dari ritual itu. Tidak akan sakit. Aku telah mencobanya berkali-kali
di rumah. Lihat pergelangan tanganku ini. aku melakukannya setiap hari. Yah
awalnya sih memang sakit, tapi lama-kelamaan kau akan terbiasa. Eh, tidak juga,
karena kau hanya sekali merasakannya. Jadi persiapkan dirimu.
“Apa
yang akan kau lakukan padaku?”
Eits,
jangan berteriak! Kumohon! Kau ini memang bebal. Aku harus menyumpal lagi mulut
besarmu itu. Sebentar ..., sedikit lagi ..., nah akhirnya tersumpal dengan
baik.
“Mmmmm,
mmm ...”
Kau
tidak bisa bicara lagi. Selagi kau sibuk dengan itu, mari kita mulai ritualnya.
Diamkan tanganmu, aku tidak bisa melakukannya dengan benar. Diamkan tanganmu!
Nah begitu lebih bagus. Sekarang aku mulai goreskan alat perak ini ke
pergelangan tanganmu. Langsung saja ya! Hiyaah!
“MMMMMMMM!!”
Hah,
lihat darah itu! Darahmu mengucur banyak sekali. warnanya merah gelap, aku suka
itu. Wajahmu pucat sekali seperti mayat hidup. Tapi tidak sakit kan? Sudah
kubilang kan, tidak sakit sama sekali.
“MMMMMM!!”
Wah,
darahnya bercampur dengan air matamu. Ini jadi percampuran larutan yang keren.
Seperti batu rubi, cerah dan berkilau, kau memiliki warna darah yang indah
dalam tubuhmu yang penuh kejahatan itu. Ini masih belum selesai, karena sampai
kapan pun, hingga dunia ini menghilang, aku akan terus memburumu. Bahkan sampai
ke neraka aku tak peduli. Ini baru permulaan. Dan sekarang, waktunya acara
utama! Membunuhmu!
Selamat
bersenang-senang!
“MMMMMM,
MMMMM~~~ “
HAHAHAHAHAHAHAHAHAHA!
0 komentar:
Posting Komentar