Mei 05, 2012

Eye of The Crow [Review]

Eye of the Crow (Boy Sherlock Holmes, #1)Eye of the Crow by Shane Peacock

My rating: 4 of 5 stars


Sherlock Holmes!

Siapa yang tak kenal dengan tokoh detektif yang satu ini? Kiprahnya di dunia sastra dan mendobrak kesusastraan Inggris ini menjadi bacaan yang menarik untuk disimak dari generasi ke generasi dan takkan lekang oleh waktu. Tokoh yang diciptakan Sir Arthur Conan Doyle ini telah berhasil merebut hati para pecinta buku di seluruh belahan bumi. Sekalipun aksi klasiknya perlahan tergantikan oleh karya-karya yang lain, namun eksistensinya tetap terasa di pikiran semua penggemarnya.

Namun, jujur saja, sekalipun aku belum pernah menelusuri kisah sang detektif melalui goresan tangan Mr. Doyle. Hehe, masih ingat, dulu minat membaca belum bergejolak seperti sekarang jadi yang ada malah kebanyakan nonton TV. Tapi berkat buku ini, aku jadi penasaran dengan karya Mr. Doyle dalam serinya yang udah bejibun, sekalian ingin menilik biografi sang detektif sendiri, Sherlock Holmes.


Sebelum baca buku ini, waktu masih muda dulu (kalo sekarang agak tuaan dikit :p), aku menganggap Sherlock Holmes itu adalan orang nyata. Entah itu benar atau tidak, karena begitu aku menelusuri setiap jengkal sudut-sudut kota yang tergambar dalam buku ini, rasa penasaranku semakin bertambah, terutama ada halaman yang memuat tulisan seorang tokoh bernama Dr. Watson, dikenal sebagai sahabat akrab Mr. Holmes, yang berbunyi demikian :

“Selama berteman akrab dalam jangka waktu yang lama dengan Mr. Sherlock Holmes, aku belum pernah mendengar dia menyebut-nyebut keluarganya, apalagi menceritakan masa lalunya sendiri ... Akhirnya aku yakin bahwa dia adalah seorang anak yatim piatu tanpa ada seorang pun kerabat yang masih hidup;...”

Dr. Watson, dalam The Greek Interpreter

Apakah tulisan itu menipuku? Atau pikiranku yang bermain-main menipuku? Jangan-jangan Sherlock Holmes itu memang tokoh fiktif? Tapi mengapa bisa begitu nyata? Apa sekarang kau menganggap aku gila?

Mungkin benar, aku memang gila!
Hehe, aku memang kebanyakan meracau! :D

Baik, tidak usah menunggu lama-lama, langsung ke review-nya!

Berbeda dengan Karya Mr. Doyle yang originalnya adalah seorang detektif berbakat berusia paruh baya, karya Shane Peacock ini menceritakan awal perjalanan Sherlock Holmes semasa mudanya. Mr. Holmes muda berusia tiga belas tahun, anak dari pasangan Wilber Holmes, seorang profesor dan peneliti burung, dan Rose Holmes, Seorang bangsawan yang terjun di dunia artis. Mereka tinggal di suatu tempat kumuh di pinggiran perkampungan The Mint (kalo ga salah). Kehidupannya sebagai anak setengah Yahudi tidaklah mulus. Pada masa itu, orang-orang Yahudi maupun yang memiliki darah keturunan Yahudi mendapatkan perlakuan buruk. Namun si Sherlock muda mendapatkannya bukan dari kalangan atas, melainkan dari komplotan Anak-anak Jalanan yang dipimpin oleh Malefactor, rivalnya. Ia tidak bersekolah, meskipun mendapat bantuan operasional sekolah untuk anak-anak kurang mampu, ia tidak memanfaatkannya sebaik mungkin. Ia terus mmebolos dan menganggap belajar di instansi sekolah sangatlah membosankan. Itu karena kemampuannya yang unik, yaitu kemampuan analisis yang menakjubkan.

Suatu hari, ia dihadapkan pada sebuah berita mengenai pembunuhan seorang wanita misterius di lorong daerah Whitechapel. Aparat kepolisian telha menangkap tersangkanya, seorang Arab bernama Mohammad Adalji. Namun dari pengamatan Sherlock, dia tahu bahwa pria itu bukanlah pelakunya. Tergerak oleh rasa keadilan dan ingin tahu yang besar, ia memutuskan untuk menyelidiki kasus yang terlalu cepat terpecahkan ini. Sempat di tengah jalan saat Adalji diseret menuju penjara, sang tersangka berbicara lirih padanya sambil menatap penuh ketakutan. Semakin yakinlah bahwa orang arab itu bukan pelakunya.

Penyelidikan pertama merupakan ketidaksengajaan, sebab ia membiarkan diri ditun-tun olehh burung gagak menuju lokasi pembunuhan. Ia menemukan sebuah bola mata kaca, dan ia yakin benda tersebut adalah bukti nyata dari misterih pembunuhan tersebut. Namun karena terlalu menenggelamkan diri dalam penyelidikan ini, ia dicurigai oleh pihak kepolisian dan akhirnya ditangkap kemudian dijebloskan ke dalam penjara.

Setelah pertemuannya dengan salah seorang putri keturunan bangsawan (sepertinya sih) bernama Irene Doyle, Sherlock mendapat semangatnya kembali. Bersama gadis cerdas itu, ia mempertaruhkan nasibnya untuk menolong orang Arab tersebut dari eksekusi mati.

Kurang lebih isinya seperti itu!

Untuk penilaianku, semuanya terbilang cukup bagus.

Pertama, latar cerita. Hmmm, memang keren! Inggris abad ke-19 itu memang sesuatu yang memberikan inspirasi tersendiri. Rumah-rumahnya yang kokoh dan menjulang serta ratusan gangnya terpampang jelas dalam angan-angan.

Kedua, penggambaran tokoh. Meski agak kurang sreg saat mendalami karakterisasi setiap karakternya, aku cukup mendapat gambaran penuh mengenai apa yang dikenakan para tokoh, cara bicaranya, tingkah lakunya, dan pemikirannya. Beberapa gambar ilustrasi yang terpampang di bagian halaman tertentu sangat membantu.

Ketiga, alur cerita. Bagian menegangkannya adalah dimana si detektif berusaha mencari petunjuk yang ada disekitar kota London. Ini seperti petualangan yang hanya mengandalkan keberuntungan. Dan tentu saja, anehnya, si tokoh selalu mendapat kemujuran. :D

Lalu kekurangannya, dan yang paling fatal, adalah pada bagian ending. Kalau dibilang kecewa, maka aku akan mengiyakan hal tersebut. Aku dibuat kecewa saat menyadari bahwa kasus itu terpecahkan begitu saja tanpa penjelasan terperinci mengenai siapa pelaku sebenarnya, bagaimana cara si detektif mengungkapkan fakta-fakta, dan petunjuk-petunjuk apa yang dia dapatkan. Minatku langsung anjlok begitu membaca tulisan bahwa si Mohammad Aldaji telah dibebeaskan dan Sherlock Holmes bisa hidup tenang.

Aku menunggu aksi utamanya, malah tidak diungkapkan! :(

Karen itu, aku memberi bintang empat pada buku ini.

Menarik di awal, mengecewakan di akhir!    




View all my reviews

0 komentar:

Posting Komentar