Januari 20, 2013

Burung Camar

Pada pertengahan bulan Agustus di musim panas,
ketika gemawan menebarkan tirai abunya di langit,
            aku menapaki jalan pelabuhan, setengah berlari
            ditemani bergulung perkamen yang berayun resah di lenganku
Sambil tergesa, aku menuju sebuah pondok berlambang Cacudeus
            dua ular yang mencuat kepalanya,
            menantang setiap pengunjung dengan mata merah rubinya yang menyala
Namun Penguasa tak mengizinkanku tiba tepat waktu
            karena begitu hidungku mencium bau familiar ruh senyawa
            ratusan tombak hujan menghantam tanah berombak
            membuatku cepat-cepat bertepi ke bangunan terdekat
Ah sial, gerutuku dalam hati
            mengapa selalu seperti ini?
            saat pencapaian pengetahuanku mendekati realita
            selalu ada karang batu di tengah-tengah usaha
            alhasil penantian panjanglah yang kuambil, berharap pelangi segera datang