November 30, 2012

Racauan

            Halo, selamat datang dalam mimpi burukmu!

            Bagaimana menurutmu mengenai ruangan ini? Bagus, kan? Kuharap kau menyukainya, sebab tempat ini akan jadi perhentian terakhir hidupmu di dunia ini. Ehem, aku tidak main-main soal kata-kataku tadi. Benar, perhentian terakhir! Eits, jangan takut seperti itu. Aku hanya mau menolongmu keluar dari raga fanamu itu. Aku mampu melakukannya, melepas rohmu dari sukmamu, membuatmu tidak lagi merasa sakit, sakit yang diderita manusia di bumi nestapa ini.

            Hei hei, kau ingin bicara sesuatu? Pasti terpal yang membebatmu itu yang menyulitkanmu mengeja setiap kata dari mulut. Hmm, sini, biar aku lepaskan untukmu. Eh, sebentar ... nah, sudah lepas sekarang.

            “Mau apa kau denganku?”


            Eh eh, kau kejam sekali. Tidak sopan berkata dengan orang lain seperti itu. Lagipula, kita ini adalah teman. Ya, teman, begitulah yang kau katakan kepada sahabat-sahabat dungumu. Kau tipu mentah-mentah mereka hanya agar mereka percaya kau berhati mulia nan penyayang. Aku salut akan kegigihanmu.

            “Di-dimana aku sekarang? Kenapa kau mengikatku? Apa maumu?”

            Ssstt, jangan keras-keras bicaranya. Nanti orang luar akan dengar kalau kau kusekap di sini. Itu akan merepotkan kerjaku. Jadi, pelan-pelan saja ya! Haduh, jangan pasang muka benci seperti itu! Memangnya aku ini kejam apa? Sudah baik aku hanya mengikat kedua tanganmu tanpa menariknya ke atas agar kau tidak kesakitan. Nah, kurang apa aku coba? Meski aku, yah sedikit marah pada kelakuanmu, tapi aku masih punya nurani. Aku ini bukan binatang. Jadi berterima kasihlah padaku karena aku berbuat sedemikian baik.

            Wah, lihat! Sekarang kau terlihat ketakutan setelah aku memperlihatkan dirimu pada siluet cahaya ini.

            “Kau! Kau kan – “

            Ck, ck! Sudah kubilang untuk mengecilkan volume suaramu. Bagaimana kalau memang ada orang berlalu melewati ruangan ini? Ini masih siang, menjelang sore, dan aku takut tempat persembunyian ini akan diketahui pihak fakultas. Eh, aku menyebutkannya! Kita masih di wilayah kampus, tidak kemana-mana. Berat banget membopongmu sampai ke sini apalagi kalau ke tempat jauh. Bisa-bisa malah kuseret dirimu di jalanan.

            “Lepaskan, lepaskan aku!”

            Aduh, sekarang kau meronta. Kau ini memang lucu ya kalau panik. Tolong dengan amat sangat, berhentilah berlagak kekanak-kanakan seperti itu!
            “Lepaskan aku, gadis busuk!”

            Eh eh, kau berani berkata kasar rupanya. Sini, biar aku beri pelajaran kau karena tidak mau menuruti perintahku. Nih, rasakan tamparanku. Bagaimana rasanya? Masih kurang? Kalau begitu, sekali lagi! Masih kurang juga? Hehe, kau itu memang cewek bernyali besar juga ya. Kukira selama ini kau hanya pembual bermulut besar.

            Wah, tatapan sadis itu lagi. Bisakah kau menatapku hanya lirikan saja? Aku semakin benci kalau kau menatapku seperti itu.

            “Apa yang kau inginkan dariku? Memangnya apa salahku padamu?”

            Apa salahku padamu? Hahaha, kau memang pandai melupakan sesuatu. Tidak ingatkah kau siapa yang membuatku jadi begini? Itu semua karena dirimu.

            “Kenapa? Kau ingin membalas dendam denganku?”

            Hmm, gimana ya? Kalau hanya ada jawaban ‘ya’ dalam pertanyaanmu itu, maka aku akan melingkarinya berulang-ulang. Jujur saja, aku muak dengan semua sandiwaramu, berpura-pura baik di hadapanku sementara di belakang kau selalu mencaci maki bahkan merendahkan martabatku demi kesenanganmu sendiri. Kau sebut aku teman di kampus, tapi di jejaring sosial kau terus mengolokku seolah aku ini anjing buduk yang patut disingkirkan. Tidak hanya itu, kau bahkan berani pula mengatakan aku buruk di depan pacarku. Ironis bukan?

            Kulihat setiap saat sorot matamu saat kita berpapasan di kampus. Sorot mata kejam itu, sorot matamu, membakar api dengki dalam hatiku. Dan yang paling membuatku tidak bisa menerima perlakuanmu itu adalah, kau akhir-akhir ini berani melukai teman-temanku. Mulutmu yang busuk itu, penuh kata-kata hujat nan bejat, terus kaupakai untuk melukai mereka terutama diriku.

            Hah, hingga kemarin pun aku tidak pernah mengejekmu di belakang. Aku terima semua perlakuanmu padaku. Kubiarkan kau asyik dengan duniamu sendiri bersama teman-temanmu yang sekejam iblis itu. Namun, hari ini, kau sudah menorehkan luka besar dalam jiwaku.

            Kau sekarang berani memperolokku di depan umum hanya agar aku merasa sakit hati. dan betapa bodohnya aku karena langsung menerimanya mentah-mentah. Teman-temanmu juga sama bengisnya mempermainkanku. Kau tahu, aku masih terima perkataan buruk dari mulutmu. Tapi, kau dan aku sama-sama tahu bahwa teman laki-lakimu nekad mengambil langkah bejat yang telah mengubah hidupku selamanya. Kau pun ada di sana, tertawa bak setan penggoda yang menang atas kejahatan dan dosa. Apa kau lupa akan semua itu?

            “I-itu bukan salahku, salahkan temanku yang berbuat demikian!”
            Salahkan temanmu? Memangnya siapa yang membujuk melakukan hal itu jika bukan dari mulut kotormu? Bah, lihat kan? Sekarang aku bisa leluasa menjambak rambutmu seperti ini, dan kau hanya meringis kesakitan. Haha, betapa bahagianya aku hari ini!

            Lihat, kau mengucurkan air mata! Haha, lucu sekali.

            “Kumohon lepasakan aku. Maaf karena selama ini aku menyakitimu, aku menyesal.”

            Eh, kau menyesal? Hmm, manis sekali. tapi sudah terlambat. Permohonan maafmu kutolak.

            “A-aku akan melakukan apa saja demi dirimu asal jangan kau siksa aku seperti ini. Kumohon, Liza. Bukankah kita berteman?”

            Hah, berteman? Sejak kapan aku punya teman sebusuk dirimu? Kau gadis berhati ular, pandai menjilat orang lain. Aku harus segera bertindak sesuatu sebelum orang lain menyadari tempat ini. dan untukmu, aku sudah menyiapkan ritual spesial agar jiwaku terbebas dari segala penderitaan.

            Lihat, apa yang kubawa ini? Warna peraknya berkilauan diterpa cahaya. Aku suka itu, cocok untuk menghabisimu . kau suka warna perak?

            “Aa-apa yang a-akan kau lakukan?”

            Tenang tenang, ini bagian dari ritual itu. Tidak akan sakit. Aku telah mencobanya berkali-kali di rumah. Lihat pergelangan tanganku ini. aku melakukannya setiap hari. Yah awalnya sih memang sakit, tapi lama-kelamaan kau akan terbiasa. Eh, tidak juga, karena kau hanya sekali merasakannya. Jadi persiapkan dirimu.

            “Apa yang akan kau lakukan padaku?”

            Eits, jangan berteriak! Kumohon! Kau ini memang bebal. Aku harus menyumpal lagi mulut besarmu itu. Sebentar ..., sedikit lagi ..., nah akhirnya tersumpal dengan baik.

            “Mmmmm, mmm ...”

            Kau tidak bisa bicara lagi. Selagi kau sibuk dengan itu, mari kita mulai ritualnya. Diamkan tanganmu, aku tidak bisa melakukannya dengan benar. Diamkan tanganmu! Nah begitu lebih bagus. Sekarang aku mulai goreskan alat perak ini ke pergelangan tanganmu. Langsung saja ya! Hiyaah!

            “MMMMMMMM!!”

            Hah, lihat darah itu! Darahmu mengucur banyak sekali. warnanya merah gelap, aku suka itu. Wajahmu pucat sekali seperti mayat hidup. Tapi tidak sakit kan? Sudah kubilang kan, tidak sakit sama sekali.

            “MMMMMM!!”

            Wah, darahnya bercampur dengan air matamu. Ini jadi percampuran larutan yang keren. Seperti batu rubi, cerah dan berkilau, kau memiliki warna darah yang indah dalam tubuhmu yang penuh kejahatan itu. Ini masih belum selesai, karena sampai kapan pun, hingga dunia ini menghilang, aku akan terus memburumu. Bahkan sampai ke neraka aku tak peduli. Ini baru permulaan. Dan sekarang, waktunya acara utama! Membunuhmu!

            Selamat bersenang-senang!

            “MMMMMM, MMMMM~~~ “

            HAHAHAHAHAHAHAHAHAHA!

0 komentar:

Posting Komentar