Desember 01, 2012

The ABC Murders [Review]

Pembunuhan ABC - The ABC Murders (Hercule Poirot #13)Pembunuhan ABC - The ABC Murders by Agatha Christie
My rating: 5 of 5 stars

Ketika pertama aku membaca bagian pertama ari buku ini, aku merasa diriku tak mampu memahami sedikitpun apa yang menjadi ide jenius sang penulis, Agatha Christie. Awalnya memang aku merasa susah - mungkin saat itu keadaan rumah lagi kurang bersahabat, sehingga sampai-sampai aku mengatakan pada diriku sendiri untuk menghentikan membaca The ABC Muders. Benar saja, buku tersebut terbengkalai beberapa minggu. Sempat terpikir dalam benakku untuk melanjutkannya, tapi karena ada satu hal yang harus kukerjakan - mengenai self-challenge - aku harus merelakan bukuku termakan debu di rak meja belajarku.

Yah, hal diatas mungkin hanya sebagai racauanku saja atas kejadian sebelum aku menyelesaikan karya masterpiece ini. Toh pada akhirnya, aku bisa mengerti betapa kerennya sang penulis mengisahkan bagian per bagian adegan Mr. Hercule Poirot dalam mengungkapkan misteri pembunuhan yang disebut ABC itu. Sulit memang, dan sekarang aku masih menduga-duga bagaimana Agatha Christie memulai dan mengakhiri novelnya dengan indah, misterius, dan jenius. Sepertinya aku terlalu melebih-lebihkan, tapi begitulah aku, antusias terhadap hal-hal misteri dan sebagainya. baiklah, aku langsung saja pada bagian inti ceritanya. Semoga tidak terlalu mengecewakan.


Kali ini, Agatha Christie dengan tokoh hebatnya, Mr. Poirot sang detektif dan Kapten Hastings, menyajikan kisah baru berupa pembunuhan beruntun yang memakan korban sesuaj alphabet. Dimulai dengan kisah pertama dimana Mr. Poirot menyatakan kecurigaannya pada sahabatnya tentang surat yang ia terima yang berisi sebuah tantangan dari seseorang berinisial ABC. Surat itu tertulis dengan rapi, menyatakan bahwa si penulis - lebih lanjut akan dianggap sebagai si pembunuh - menantang Mr. Poirot dengan menyuruhnya berhati-hati akan susuatu yang terjadi di Andover tanggal 21. Mr. Poirot merasa ada yang aneh dengan surat itu. Ia mencoba berpikir tapi tidak mendapat apa-apa. Dan kaptem hastings menganggap hal itu hanyalah surat iseng belaka dan meminta sahabatnya untuk melupakan surat tersebut. Namun tetap saja sang detektif menaruh perhatian pada peringatan itu. Kemudian insiden itu pun terjadi.

Tergeletak mati di tokonya sendiri, seorang wanita paruh baya bernama Mrs. Archer diketemukan tewas dengan kepala bersimbah darah, habis dipukul. Polisi setempat meluncur ke sana, mengadakan olah TKP meski pada akhirnya hasilnya nihil. Sementara itu, Mr. Poirot bersama kapten Hastings mencari informasi penting bukan hanya di tempat kejadian perkara, melainkan area lain dekat dengan toko tersebut. Selama penyelidikan, mereka dibantu seorang Inspektur muda dari Scotland Yard, Inspektur Crome - angkuh, merendahkan orang asing, sok tahu - serta beberapa pihak kepolisian yang membantu menangani kasus tersebut. Tetapi Mr. Poirot dan kapten Hastings suka bekerja berdua sehingga mereka hanya berkumpul dengan para tokoh lain dalam sebuah pertemuan tertentu. Kembali ke penyelidikan. Tidak ada yang bisa diharapkan dimintai keterangan secara pasti. Tetangga Mrs. Archer, Mrs. Fowler, enggan memberi keterangan lebih rinci. beberapa saksi mata seperti Mr. Partridge dan Mr. Riddell juga tidak membuahkan apa-apa. Hanya keponakan si korban, Mary Drower, yang bersedia dimintai keterangan dan membantu jalannya penyelidikan itu. Hal tersebut cukup bagi sang detektif, yang tidak dipahami oleh si kapten sahabatnya.

Cerita lalu berlanjut pada pembunuhan kedua setelah Mr. Poirot mendapatkan surat kedua dari si pembunuh. Ia mengatakan bahwa akan ada lagi kejadian buruk di pantai Bexhill pada tanggal 25. hal itu membuat panik kapten Hastings, tak terkecuali Mr. Poirot sendiri. Dan benar, di pantai Bexhill, Betty Barnard, seorang gadis pelayan kafe Ginger Cat, tewas dicekik menggunakan ikat pinggangnya sendiri. Diduga pembunuhan dilakukan pada tengah malam, antara pukul 23.00 sampai 01.00. Polisi segera mengerahkan kemampuan mereka, mendatangi TKP dan berbincang dengan beberapa orang yang bisa dimintai keterangan. Kali ini, sedikit petunjuk ditinggalkan dan bisa dijadikan sebagai laporan forensik untuk kemudian diolah kembali, meski kebenarannya masih absurb. Mr. Poirot termenung dalam pikirannya, mencoba memikirkan suatu jalan dimana orang lain tidak memikirkannya sama sekali - jalan pikiran si pembunuh. Begitulah cara sang detektif - menggali perasaan dan pemikiran si pembunuh akan mengantarkannya pada kebenaran. Tetapi sekali lagi, kapten Hastings tidak tahu apa yang dipikirkan sahabatnya itu.

Tenggat beberapa waktu berlalu, pembunuhan ketiga datang. Dengan sebuah surat peringatan dari si pembunuh, pembunuhan itu terjadi di Churston, dan korbannya adalah Sir Charmicael Clarke. Ia ditemukan mati akibat pukulan keras yang mengenai kepalanya, sama seperti pembunuhan pertama. Kunjungan ke rumah Clarke dilakukan, mengingat tempat itu dekat dengan TKP. Hasil wawancara didapat bahwa pembunuhan itu dilakukan saat Mr. Clarke sedang jalan-jalan seperti biasa di daerah dekat tempat tinggalnya. Di sana ia dipukul keras-keras oelh si pelaku, begitu kata saudara laki-laki si korban, Franklin Clarke. dari situ, Mr. Poirot mendapatkan sesuatu, dan lalu ia kembali berpikir tanpa mengajak sahabatnya kembali.

Sekali-sekali mereka berdebat soal ketiga kasus itu. Kapten Hastings merasa tingkah laku temannya itu lebih kepada kelembekan seorang paruh baya yang habis masa kejayaannya sebagai detektif. Ia merasa kawannya sudah bukan seperti dulu lagi. Ia salah besar. Mr. Poirot hanya menunggu saat-saat tepat untuk bergerak, dan ia merencanakan sesuatu.

Kembali ke cerita. Suatu hari, Mr. Poirot mendapat gagasan untuk mengumpulkan semua keluarga korban ke rumahnya. Ia mempunyai rencana kalau semua orang yang menjadi saksi kasus itu dikumpulkan, sedikit-sedikit ia akan mendapat satu informasi utuh mengenai kebenaran. Dan kelima orang penting itu datang: Mary Drower, Keponakan si korban A; Megan barnard, saudara perempuan si korban B; Donald Fraser, pacar si korban B; Franklin Clarke, saudara laki-laki si korban C; Thora Grey, sekretaris pribadi si korban C. Kelimanya diundang masing-masing untuk menceritakan kembali apa saja yang mereka tahu dari si pelaku. Setelah itu, mereka membentuk tim 'penyelidik' untuk mengungkapkan siapa dalang di balik tiga kasus pembunuhan tersebut. Mereka menaruh aharap npenuh pada sang detektif. Mereka mulai bergerak setelah Mr. poirot mendapat surat keempat dari si pelaku.

kali ini tempatnya di Doncaster, dimana arena pacuan kuda ramai dikunjungi orang pada pertandingan balap kuda St. Lugre. Namun nahas, pembunuhan terjadi di lain tempat, tepatnya di sebuah bioskop di Doncaster saat pemutaran film berlangsung. Korban bernama George Earlsfield. Sangat mencengangkang, harusnya korbannya berinisial D, namun ternyata bukan. Ini semakin menambah keanehan dan langsung ditangkap oleh Mr. Poirot, bahwa si pembunuh melakukan tindakannya seramangan. hal ini menguatkan dugaan sang detektif.

Pada akhirnya, ia berhasil mengaitkan keempat kasus tersebut dalam sebuah penjelasan panjang. ternyata pelaku itu sendiri ada diantara kelima orang yang membantunya dalam penyelidikan ini, lima orang yang ada sangkut pautnya dengan ketiga korban sebelumnya, lima orang yang akhirnya menyisakan satu identitas pasti, yaitu si pelaku.

Secara pribadi, aku cukup sulit menangkap inti cerita ini. Sebab sang detektif rasanya berkutat pada pikirannya sendiri tanpa mau berbagi sehingga aku kadang mengambil kesimpulan bahwa 'tokoh ini' pelakunya, walaupun pada akhirnya aku salah. Namun aku puas dengan akhir ceritanya. Mr. Poirot mencoba berpikir seperti si pelaku, dan cara itu berhasil menuntunnya kepada kebenaran. Alur ceritanya dibagi dua, dimana satu sisi berupa catatan pribadi kapten Hastings yang menjadi sudut pandang utama, dan sisi lain yang menceritakan satu tokoh yang kukira adalah si pembunuh itu, Mr. Alexander Bonaparthe Cust. Secara keseluruhan, aku menyukainya. Kemudian berbagai latar khusus yang menjadikan novel ini semakin bagus - tidak terlalu mendebarkan, malah terlihat biasa seperti setting kisah-kisah novel roman pada umumnya, semakin membuat penceritaan novel ini apik.

Dan, akhirnya, aku harus berterima kasih pada anime Hyouka atas rekomendasi tak langsungnya padaku. Lho, kok anime? Ya, awalnya memang dari anime itu aku tertarik membeli dan membaca buku ini sampai tuntas. Dalam anime itu juga menyinggung sedikit tentang The ABC Murders sampai-sampai aku berkata, "Aku harus beli buku itu sekarang juga!" Dari situlah aku memahami letak kejeniusan si penulis yang mendapat gelar Ratu Misteri ini, Mrs. Agatha Christie.

Lalu, satu hal terakhir,
I love Mystery


View all my reviews

0 komentar:

Posting Komentar